Senin, 21 Mei 2012

Komunikasi dalam Perspektif Islam


Komunikasi Dalam Perspektif Islam
Kemajuan barat dalam teknologi dan intelektual seolah membuat dunia ini hanya menjadi suatu tempat yang bisa dilewati hanya sekejap mata. Hal terutama dengan kekuasaan barat atas komunikasi yang bisa membawa kemanusiaan ke arah konsumerisme pasif. Pandangan masyarakat dunia pun telah membuat dunia barat, yang dimotori oleh Amerika Serikat menjadi sebuah trendsetter bagi semua perkembangan yang terjadi di dunia ini. Tak terkecuali dunia muslim yang disebut-sebut sebagai kekuatan terbesar untuk melawan Amerika Serikat setelah runtuhnya Uni Soviet. Maka akan muncul masalah jika media komunikasi barat juga telah merasuk dan mempengaruhi dunia muslim. Hal ini semakin dikuatkan dengan adanya kovergensi media melalui dunia maya yang saat ini kita lebih kenal dengan internet. Serbuan arus informasi ini seakan telah menggambarkan betapa media informasi kita sedang mengalami perang yang mahadahsyat meskipun tanpa senjata.
Konsep komunikasi antara dunia islam dan barat sendiri memiliki pandangan yang berbeda pula. Barat yang sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan bernegara dan sosial)  tentu saja akan menggunakan konsep “kebetulan” saja manusia memang berkembang dan berkata-kata. Dan inilah yang secara “kebetulan” membedakan manusia dengan hewan dan makhluk lainnya.
Sementara dalam pandangan islam, yang dijelaskan dalam Al Qur’an, manusia memang merupakan makhluk yang paling sempurna dengan banyak anugerah kemampuan dari Allah SWT. Dan salah satu kemampuan manusia yang paling menonjol adalah berbicara.
Komunikasi pun memiliki beberapa tingkatan yang dikelompokkan dalam berbagai interaksi seperti Intrapersonal, ekstapersonal, interpersonal, dan massa. Meskipun begitu, dalam praktiknya komunikasi manusia bisa menjadi dua kategori utama.

Dalam islam, Al qur’an merupakan sumber panduan utama yang dilengkapi dengan Al Hadits. Qur’an meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan memberikan prinsip-prinsip umum untuk diterapkan pada situasi –situasi di kehidupan nyata. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa subjek dan audiens utama dari sumber pengetahuan ini adalah manusia. Menurut Mawdudi, dalam Towards Understanding The Qur’an, tujuan dari Qur’an adalah membawa manusia ke jalan yang benar dan menerangkan panduan tuhan yang sesungguhnya yang sudah seringkali hilang akibat kelalaian dan kebutaan manusia atau rusak akibat kejahatannya.
Dengan memfokuskan pada tema dan tujuan sentral ini, jelas bahwa tujuan dasar dari pedoman ini adalah untuk mengarahkan manusia, ciptaan tuhan yang paling mulia, untuk menjadi khalifah yang berhasil. Oleh sebab itu, Qur’an dan Hadits sangat mengutamakan pembinaan umat manusia.
Qur’an dan sunnah tidak menganggap bahwa hubungan interpersonal, yang tidak bisa terjalin tanpa komunikasi, terpisah atau seperti pengertian sekuler yang sempit dan berorientasi pada komersil modern, di mana keefektifan komunikasi memiliki tujuan yang sifatnya duniawi. Sebaliknya sumber-sumber pengetahuan terbuka memandang hubungan interpersonal sebagai aktifitas etika yang paling penting dan mengintegrasikannya dengan keseluruhan sistem hubungan manusia.
Tingkatan atau jenis komunikasi manusia yang lainnya adalah komunikasi massa. Dalam pengertian yang paling sederhana, aktifitas-aktifitas komunikasi terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang menyampaikan pesan dengan cara yang teratur kepada banyak orang melalui alat umum yang dikenal sebagai media atau saluran. Elemen yang paling penting dalam komunikasi massa adalah komunikator, pesan, media, penerima, respon, dan gangguan.
Penggerak komunikasi massa ini adalah manusia dan yang menghadapi efeknya adalah manusia. Karena hanya manusia yang memiliki potensi untuk memepersepsikan pesan dari media massa.
Lalu apa itu media massa? Media massa merupakan alat melalui mana suatu organisasi menyampaikan pesan kepada manusia lain yang berjumlah besar.Media massa sebagai industri yang sangat menguntungkan telah menjadi suatu gaya hidup masyarakat dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam meninabobokan masyarakat melalui kendalinya yang sangat luar biasa. Inilah pengaruh potensial dari media terhadap sistem komunikasi massa dan arus informasi global. Maka tidak berlebihan jika dikatakan industri media barat yang sekuler merupakan    komunikasi massa yang, mengutamakan keuntungan material, hegemoni politik, serta imperialisme budaya.
Al qur’an bukan hanya mengarahkan pada jalan yang benar, tetapi juga memiliki tujuan fundamental, di mana tujuan penciptaan tetap menjadi sasaran utama. Intinya lakukanlah suatu kegiatan dengan tetap mengingat Allah SWT dan tidak merugikan orang lain.
Media barat memang sangat liberal dan menjadikan kebebasan berekspresi sebagai tameng utama dalam menjalankan kegiatannya. Sehingga nurani sudah tidak lagi menjadi suatu pertimbangan dalam menampilkan suatu produk. Dalam perspektif Qur’an kebebasan merupakan sebuah keistimewaan dan hak sejak lahir yang diberikan tuhan kepada umatNya tanpa melakukan hal-hal yang sudah melewati batasan yang merugikan. Tapi secara individu, manusia bebas berkehendak dan memilih. Tentu saja berbeda dengan pandangan yang sekuler.
Orang muslim sebenarnya belum memberikan kontribusi intelektual dan teknologi bagi sistem komunikasi modern. Sehingga banyak negara muslim yang masyarakatnya justru menjadi pengikut dari kebudayaan intelektual sekuler asing. Padahal, pedoman kita yaitu Al qur’an dan Al hadits telah bnayk memberikan solusi konkret dari semua permasalahan. Maka ini adalah tugas kita untuk mengislamkan pemikiran sekuler, salah satunya melalui media dakwah.



Bagaimana Islam memandang kegiatan komunikasi :

Islam adalah nilai dan tatanan yang diwahyukan Allah SWT sebagai petunjuk kehidupan manusia dalam segala aspek. Nilai ketauhidan, ketaqwaan, kemanusiaan dan kaidah-kaidah Islam lainnya dijadikan sandaran pokok dalam segala aspek perbuatan manusia. Di dalam Al Qur’an beberapa kata kunci yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi diantaranya adalah Al Bayan (penjelasan) dan Al-Qawl (perkataan). Kegiatan komunikasi dalam Islam ditujukan untuk mewujudkan hubungan vertikal antara “hamba“ dengan Allah SWT dan hubungan horizontal sesama manusia. Hubungan vertikal tersebut dilakukan dengan amalan ibadah seperti sholat, doa, dzikir dan ibadah lain yang merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Komunikasi horizontal sesama manusia terlaksana dalam praktek muamalah dalam berbagai bidang seperti sosial, budaya, politik, seni dan lainnya. Muara dari kegiatan komunikasi tersebut adalah meningkatnya ketaqwaan seseorang dan juga terbentuknya transformasi masyarakat yang lebih baik dalam naungan prinsip-prinsip ajaran Islam yang rahmatan lil ’alamin (membawa rahmat bagi semua).

Hal ini tentu berbeda dengan konsep kegiatan komunikasi dalam perspektif pemikiran Barat yang memandang komunikasi dari sisi pragmatis, materialistik dan menekankan pada kapitalisme semata. Pesan dalam kegiatan komunikasi diarahkan pada pencapaian keuntungan secara materi baik antar individu maupun mengeruk keuntungan melalui sarana komunikasi massa seperti media cetak maupun elektronik. Aspek moral dan etika menjadi diabaikan sehingga berbagai produk komunikasi yang dihasilkan seringkali membawa dampak negatif yang besar. Sebagai contoh adalah banyaknya tampilan kekerasan terhadap anak, pornografi, fitnah,adu domba, mistik dan pencabulan yang menghiasi tayangan media massa dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Komunikasi dalam Islam yang senantiasa mengedepankan aspek ketelitian dan tanggungjawab membutuhkan adanya check dan recheck dalam setiap informasi yang diterima. Upaya tersebut dilakukan agar informasi yang didapat telah tersaring dan bisa dipertanggungjawabkan. Di dalam Al Qur’an disebutkan ”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“ (QS Al Hujurat:6). Di ayat lain Alloh SWT menerangkan pentingnya aspek tanggungjawab yang disebutkan dalam Surat Al Israa’ ayat 36 yang artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya“.

Prinsip-prinsip dalam Al Qur’an tersebut bisa disarikan menjadi tiga konsep yaitu qawlan sadidan, qawlan balighan, dan qawlan layyinan. Qawlan sadidan artinya pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit. Benar artinya sesuaii dengan kriteria kebenaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan. Konsep kedua adalah qawlan balighan yang berasal dari kata “baligh” yang dalam bahasa Arab artinya sampai, mengenai sasaran, atau menciptakan tujuan. Jadi qawlan balighan artinya jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu qawlan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif. Konsep ketiga adalah qawlan layyinan (perkataan yang lembut) yaitu mengedepankan persuasi dan mengarahkan pada solusi yang bijaksana. Ketika Allah Subhanahu Wata’ala mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun maka yang diperintahkan adalah menggunakan bahasa yang lembut. Sejelek apapun pemerintah, organisasi maupun individu tentu akan lebih mengena jika nasehat atau masukan diberikan dengan cara-cara yang lembut.


Bagaimana menghadapi tantangan komunikasi Islam di era globalisasi informasi :

Globalisasi informasi adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari saat ini. Perkembangan teknologi komunikasi yang demikian cepat membuat sekat antar negara menjadi tidak ada. Informasi secara bebas masuk ke segala penjuru dunia tanpa bisa dibendung. Di era global seperti inilah tantangan komunikasi Islam sangat terasa. Kaidah-kaidah moral, etika, dan kemanusiaan seringkali diabaikan ketika informasi menjadi komoditi bebas nilai yang diperjual belikan.

Upaya mengembangkan paradigma komunikasi Islam tidak berarti harus memusuhi teori Barat. Dasar teorinya dapat menggunakan teori komunikasi konvensional akan tetapi kerangka kerja bagi para intelektual muslim adalah menghasilkan perspektif baru yang dilandasi prinsip-prinsip Islam. Aspek moral dan nilai Islam menjadi landasan kegiatan komunikasi yang senantiasa bersandar pada AL Qur’an dan Hadist. Pada dasarnya ilmu komunikasi, pesan, dan teknologi komunikasi adalah alat yang bisa menjadi baik dan buruk di tangan penggunanya. Oleh karena itu di tangan seorang muslim yang paham agama, komunikasi bisa menjadi alat yang berguna bagi umat manusia tanpa harus memberikan dampak buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar